Wednesday, June 19, 2013
Pengguna Batik Telah Mendunia, Nasib Buruh Batik Tidak Berubah
Seperti yang kita sudah lihat dari berbagai media, boming penggunaan batik sebagai busana sehari-hari menunjukkan trend kenaikan yang sangat signifikan, bahkan ribuan pebisnis baru lewat pembukaan batik store/ outlet didalam maupun luar negeri tumbuh berkembang bagikan jamur di musim hujan.
Pengakuan Dunia lewat Unesco pada tahun 2009 lalu di Dubai Uni Emirates Arab, bahwa batik adalah kekayaan budaya Indonesia, memberi nilai positif bagi para pedagang batik, pengepul maupun juragan batik diberbagai wilayah di Indonesia, khususnya pengrajin batik di pulau jawa dan sebahagian di pulau sumatra. Bahkan pada tahun 2010 pengrajin batik telah menikmati lonjakan permintaan, mulai dari motif batik SBY, dengan corak warna warni serta memiliki khas tersendiri, dengan menampilkan garis tengah pada bagian depan batik tersebut, ratusan juragan batik kaya mendadak, rumah baru, mobil baru bahkan bisa pergi naik haji dengan semua kerabatnya.Batik Trusmi
Namun tahukah anda seberapa sejahtera para pekerja yang memproses pembuatan batik tersebut? berikut hasil liputan maupun wawancara yang penulis lakukan untuk dapat kita ketahui bersama, dan jangan kaget dalam beberapa tahun mendatang buruh pembatik ini hampir punah, karena pekerja sebagai pembatik upahnya sungguh tidak layak untuk di jadikan sebagai sumber mata pencaharian, dan dapat dipastikan pada tahun-tahun mendatang batik tulis, cap maupun batik lilin malam, akan hilang dan yang ada hanyalah tekstil printing bermotif batik, dan sudah banyak beredar saat ini di pasaran Batik Trusmi.
Upah pekerja Batik Trusmi, mulai dari pembuat design, mopok ( proses warna dasar, sampai finishing dengan istilah lorot), sangat jauh dari upah layak, dibandingkan dengan nilai jual batik di pasaran oleh sang juragan, kondisi dan fasilitas kerja mereka saat proses pembatikan dilakukan sangat tidak layak, pekerjaan pembuatan batik dengan istilah rumahan, memang mirip kandang ayam, kumuh, panas dan sangat tidak manusiawi, ditambah lagi dengan minimnya pendidikan pembatik ini, maka pengrajin dan juragan batik, sangat diuntungkan dengan keadaan ini.
Umumnya upah pembatik Batik Trusmi harian ini, digaji tidak lebih dari Rp 20.00,- per hari, juragan batik yang berdomisili di Pekalongan dengan nama Wim ping Lie, Nur Cahyo maupun pengusaha batik sekelas kencana ungu dan batik keris, upah yang mereka berikan bagi pekerjanya tidak jauh berbeda, sehingga alih keterampilan membatik saat ini sudah sangat minim, kaum muda khususnya wanita meningggalkan tempat asal mereka dan lebih suka merantau untuk pekerja toko maupun TKW di Luar Negeri, dari pada pekerja batik yang tidak memberikan harapan untuk masa depan mereka.
Sampai detik inipun tidak ada upaya dari Pemda setempat untuk memberikan teguran kepada pengepul maupun jugaran agar menaikkan upah pekerja pembatik mereka, sehingga nilai historis batik yang sangat perlu untuk dipelihara dan dilestarikan dalam waktu yang tidak terlalu lama, akan hilang dan Negara tetangga diam-diam sudah bergerilya mengajak para pekerja batik asal Indonesia, untuk datang dan bekerja disana, dan setelah Indonesia tidak mampu melestarikan batik tulis, cap maupun lilin malam, maka dengan mudah negara tetangga ini akan mengambil alihnya dan batik itu adalah hasil kebudayaan mereka.Batik Trusmi
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/10/02/pengguna-batik-telah-mendunia-nasib-buruh-batik-tidak-berubah-498284.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment